A.
Wakaf
Tunai
1.
Pengertian Wakaf Tunai (Wakaf
Uang)
Wakaf secara bahasa berasal dari bahasa Arab yakni waqafa-yaqifu
yang artinya berhenti. Sedangkan secara istilah, wakaf adalah menjaga dan
mengelola pokok harta yang telah diserahkan untuk kepentingan agama dan
menyalurkan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Wakaf bertujuan untuk memberikan
manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan
dipergunakan sesuai dengan ajaran agama Islam.[1]
Wakaf tunai atau biasa kita sebut dengan wakaf uang
dalam definisi Departemen Agama adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok
orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang. Dengan demikian wakaf
uang merupakan salah satu bentuk wakaf yang diserahkan oleh seorang wakif
kepada nadzir dalam bentuk uang kontan.[2]
2.
Dasar Hukum Wakaf Tunai
a.
Al-Qur’an
1)
Q.S. Ali Imran: 92
لَنْ تَنَا لُوْا الْبِرَّ حَتَّي تُنْفِقٌوْا مِمَّا
تُحِبَّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya
:
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
2)
Q.S. Al-Baqarah: 261
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُونَ أَمْوَا لَهُمْ فِيْ
سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْتَتْ سَبْعَ سَنَا بِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ
مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَّشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Artinya
:
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartnya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.[3]
b.
Hadis
1)
Hadis Riwayat Ahmad
عَنْ أَبِى هرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَم قال: إِذَا مَاتَ ابنُ اَدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا
مِنْ ثَلاثٍ ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، اَوْ وَلَدٍ
صَا صَالِحٍ يَدْعُولَهُ
Artinya
:
Apabila
anak Adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya.
3.
Wakaf Tunai dalam Perspektif hukum
Syara’ dan Undang-undang
a.
Perspektif Hukum Syara’
Imam Syafi’i menekankan wakaf pada fixed asset
(harta tetap), sehingga menjadikannya syarat sah wakaf, dan karenanya pula
pembahasan harta benda wakaf dalam fiqh klasik Imam Syafi’i misalnya Al-Umm
atau bahkan fiqh modernseperti fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq tidak diperbolehkan
wakaf tunai atau wakaf uang, karena dinilai bendanya tidak bisa kekal ketika
dimanfaatkan.
Sedangkan Imam Maliki mengartikan “keabadian” lebih
pada nature barang yang diwakafkan baik itu aset tetap maupun bergerak. Artinya
bahwa mazhab Maliki telah membuka luas kesempatan untuk memberikan wakaf dalam
jenis aset apapun, termasuk aset yang paling tikuid yaitu uang yang bisa untuk
menopang pengelolaan dan pemberdayaan wakaf secara produktif.
Disamping imam Maliki, Ulama Hanafiah (mazhab
Hanafi) juga memperbolehkan wakaf tunai dengan syarat selama nilai pokok
wakafnya dijamin kelestarian-kelestariannya, tidak dijual, tidak dihibahkan dan
atau diwariskan dan selama digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan. Kebolehan
wakaf tunai dalam golongan Hanafiah juga didukung oleh fatwa yang dikeluarkan
oleh Muhammad bin Abdullah Al Anshari murid dari Zufar (sahabat dari Abu
Hanafiah).[4]
b.
Perspektif Undang-Undang
Secaraang terperinci, objek wakaf yang menjadi induk
dari wakaf uang dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dijelaskan bahwa harta
benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah (pasal
15). Harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak.
Benda tidak bergerak meliputi :
1.
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
2.
Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada angka 1.
3.
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
4.
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5.
Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Benda bergerak merupakan benda yang tidak bisa habis
karena dikonsumsi, meliputi : uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak
atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda lain sesuai dengan ketentuan
syari’ah yang berlaku (pasal 16).[5]
4.
Tata Cara Wakaf Tunai
Adapun benda bergerak berupa uang dijelaskan dalam
pasal 22 dan 23 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Pasal 22 menjelaskan tatacara
wakaf uang sebagai berikut:
a.
Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
b.
Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka
haru dikonversi terlebih dahulu ke dalam rupiah.
c.
Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:
1)
Hadir di Lembaga Keuangan Syari’ah Penerma Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk
menytakan kehendak wakaf uangnya.
2)
Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan.
3)
Menyetor secara tuani sejumlah uang ke LKS-PWU.
4)
Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai AW.[6]
[1] Sudirman, Total Quality
Management (TQM) untuk Wakaf, (Malang: UIN Maliki Press, 2013), hlm. 38.
[2] Ibid., hlm. 43.
[3] Sudirman Hasan, Wakaf Uang Perspektif
Fiqh, Hukum Positif & Manajemen, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hlm.
25.
[4] Farid Wadjdy, Wakaf &
Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 88-90.
[5] Sudirman Hasan, Wakaf Uang
Perspektif Fiqh, Hukum Positif & Manajemen, (Malang: UIN Maliki Press,
2011), hlm. 31-32.
[6] Ibid.,hlm. 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar