Sabtu, 21 November 2015

Kull, Kulliyah dan Ta'rif



A.    Kull dan kulliyyah
Kull ( كلّ ) artinya menetapkan hukum atas sesuatu secara keseluruhan. Sedangkan kulliyyah ( كليّة ) artinya menetapkan hukum atas sesuatu secara satu persatu.[1]
Perhatikan contoh di bawah ini :
a.       Para santri mengangkat langgar (surau)
b.      Para santri mengangkat buku (kitab)
Keterangan :
1.      Keterangan pertama
a.       Perkataan “para santri mengangkat langgar ini artinya menetapkan hukum atas santri-santri secara keseluruhan (seluruh santri). Ini berarti contoh dari Kull.
b.      Berbeda dengan perkataan “para santri mengangkat buku (kitab) ini artinya para santri masing-masing mengangkat buku. Artinya yang mengangkat orang-perorang.
2.      Keterangan ke dua
a.       Tidak mungkin contoh a “santri mengangkat langgar itu kemudian diartikan, seorang santri mengangkat satu langgar, tapi seharusnya diartikan kumpulan dari para santri mengangkat “sebuah langgar”
b.      Dan tidak mungkin pula contoh b “para santri mengangkat buku” diartikan kumpulan para santri mengangkat “sebuah buku” tapi seharusnya seorang santri mengangkat sebuah buku.[2]


B.     Ta’rif
1.      Pengertian ta’rif
Ta’rif secara bahasa adalah memperkenalkan, memberitahukan, sampai jelas dan terang mengenai sesuatu. Secara mantiqi, ta’rif adalah teknik menerangkan baik denan tulisan maupun lisan yang dengannya diperoleh pemahaman yang jelas tentang sesuatu yang diterangkan atau diperkenalkan.[3]
Selain itu, menurut Basiq Djalil, ta’rif dalam keseharian disebut pengertian atau definisi. Pengertian ta’rif itu sendiri adalah pengenalan dan pemahaman mengenai pegertian afrad-afrad untuk mendapatkan gambaran yang jelas terhadap afrad tersebut, atau bila disingkat bisa disebut bahwa ta’rif adalah memperkenalkan sesuatu sesuai hakekat atau mahiyah sebenarnya.[4]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ta’rif adalah memperkenalkan , memberitahukan sampai jelas dan terang mengenai sesuatu dengan lengkap dan sempurna.

2.      Ta’rif ada 4 macam :
v  Ta’rif lafdzi
Tafrif lafdzi ialah ta’rif yang hanya menggunakan kata senyawanya saja, yang lebih mudah dimengerti oleh mukhotobnya.
Contoh : terigu adalah gandum, insan adalah manusia.
v  Ta’rif tanbihi
Ta’rif lafdzi ialah ta’rif yang menghadirkan gambaran yang ada dalam khayalan pendengar yang terlupa pada saat itu. Jadi hanya berfungsi mengembalikan ingatan lama.
v  Ta’rif ismi
Ta’rif ismi adalah untuk menjelaskan suatu hakekat di mana masih dalam anggapan dan belum jelas ada masadaqnya dalam kenyataan.
Contoh : ikan duyung yang berkepala manusia.
v  Ta’rif haqiqi
Ta’rif haqiqi adalah untuk memperjelas suatu hakekat di mana musadaqnya telah ada dalam kenyataan.
Contoh : Manusia wujud hewan yang berpikir.
Ta’rif haqiqi ada 2 macam :
1.      Bil Had yaitu ta’rif yang menggunakan lafadzh kulli dzati.
Contoh : manusia adalah hewan yang berpikir.
a.       Ta’rif had tam, adalah ta’rif yang tersusun dari jenis yang dekat pada pasal yang dekat.
Contoh : manusia dengan hewan berpikir.
b.      Ta’rif had naqis, adalah takrif yang tersusun dari jenis yag jauh dari pasal yang dekat.
Contoh : manusia dengan jenis yang berpikir.
2.      Bil Rasmi yaitu ta’rif  yang menggunakan lafadzh kulli aradhi atau jins dan iradhi khas.
Contoh : manusia adalah hewan yang bisa tertawa.
a.       Ta’rif rasmi tam, adalah ta’rif yang tersusun dengan menggunakan kekhususan dan jenis yang dekat.
Contoh : manusia adalah hewan yang tertawa atau manusia adalah hewan yang berdiri tegak dengan kedua kakinya.
b.      Ta’rif rasmi naqis, adalah ta’rif semata dengan sifat khusus tyang menggunakan jenis yang jauh dan khusus.
Contoh : manusia adalah yang tertawa.[5]

3.      Syarat-syarat untuk menta’rifkan sesuatu :
a.       Harus jami’ artinya harus masuk, yakni harus meliputi seluruh cakupan ta’rif.
Contoh : manusia adalah hewan yang bisa membaca.
b.      Harus mani’ artinya harus menolak, yakni harus menolak segala sesuatu yang mungkin termasuk ke dalam cakupan ta’rif.
Contoh : manusia adalah hewan.
c.       Tidak boleh mengakibatkan kemustahilan (mengandung daur, tasalsul atau berkumpul dua yang bertentangan)
§  Daur
Contoh : A anak si B, dan si B anak si C, si C anak si A.
§  Tasalsul
Contoh : sebab akibat yang tidak berakhir. Seperti antara ayam dan telor duluan mana.
§  Dua hal yang bertentangn
Contoh : seperti ada satu orang dalam satu waktu laki-laki dan perempuan.
d.      Harus lebih jelas dan mudah diterima akal.
Contoh : genap adalah bilangan yang lebih satu dari ganil.
e.       Tidak boleh menyalahi aturan bahasa.
Contoh : mubtada tidak ada khabar.
f.       Tidak boleh menggunakan lafadz majaz tanpa petunjuk qarinah.
Contoh : menta’rifi ulama dengan lautan.
g.      Tidak boleh memakai lafadz mustarak, tanpa ada qarinah yang menunjuk pada satu arti.
Contoh : mata, bisa berarti mata orang, mata air atau matahari.
h.      Tidak boleh mengandung lafadz yang ghaib.
Contoh : kertas adalah kayu yang dihancurkan yang dipres berbentuk lembar-lembar yang tipis.[6]


[1] Cholil Bisri Musthofa, Ilmu mantiq Terjemahan Assullamul Munauroq, (PT Al-Ma’arif, 1989), hlm. 25.
[2] Ibid., hlm. 26.
[3] Baihaqi A.K, Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logik, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2007), hlm. 47.
[4]Basiq Dalil, Logika Ilmu Mantiq, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 21.
[5] Ibid., Hlm. 22-23.
[6] Ibid., Hlm. 25-27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar