Minggu, 16 Agustus 2015

Berbakti Kepada Orang Tua (Q.S Al-Luqman Ayat 13-15)



A.    Q.S. Al- Luqman ayat 13-15

وَاِذْقَالَ لُقْمَانُ لِاَبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللّهِ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ(14) وَاِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِي ما لَيْسَ لكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ (15)[1]

B.     Terjemah
Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya pada saat dia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan itu benar-benar merupakan kedzaliman yang benar.” (13) Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya Akulah tempat kembali. (14)  Dan jika keduanya memaksa mu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak kamu ketahui, maka janganlah kamu menaati keduanya, namun bergaullah dengan keduanya di dunia dengan baik. Ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian kepada Akulah tempat kamu kembali, lalu aku beritahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (15)[2]
  
C.    Makna mufrodat[3]
No
Makna
Mufrodat
1
Ketika  Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia menasehatinya “Hai anakku”.
اِذْقَالَ لُقْمَانُ لِاَبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ
2
Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan.
لا تُشْرِكْ بِاللّهِ اِنَّ الشِّرْكَ
3
Adalah benar-benar kedzaliman besar.
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
4
Dan kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang ibu bapaknya.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
5
Ibunya telah mengandungnya.
حَمَلَتْهُ اُمُّهُ
6
Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.
وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
7
Dan menyapihnya.
وَفِصَالُهُ
8
Dalam dua tahun hendaknya
فِي عَامَيْنِ اَنِ
9
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada Kulah kembalimu.
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
10
Dan jika keduanya memaksa mu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu.
وَاِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى اَنْ تُشْرِكَ بِي ما لَيْسَ لكَ بِهِ عِلْمٌ
11
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya.
فَلَا تُطِعْهُمَا
12
Dan pergaulilah keduanya dengan cara yang ma’ruf.
وصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا
13
Dan ikutilah jalan.
وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ
14
Orang yang kembali.
مَنْ اَنَابَ
15
Kepada Ku.
اِلَيَّ
16
Kemudian hanya kepada-Kulah kembali kalian, maka Ku beritahukan kepada kalian apa yang kalian kerjakan.
ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

D.    Tafsir
1.      Tafsir Q.S Luqman ayat ke 13
Kata )  ( يعظه ya’izhuhu terambil dari kata (وعظ) wa’zh yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajiakan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itunbeliu sampaikan, yakni tidak membentak, yakni penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesrahnya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasehat itu dilakukanya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan datang pada kata )  ( يعظه ya’izhuhu.
Sementara ulama yang memahami kata ( وعظ ) wa’zh dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah yang menyandang hikmah itu terus menerus menasehatinya sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid. Dikemukakan oleh Thahir Ibn Asyur ini sekedar dugaan yang tidak meniliki dasar yang kuat. Nasihat dan ancaman tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikan. Disisi lain, bersangka baik terhadap anak Luqman jauh lebih baik daripada bersangka buruk.
Kata ( نبنيّ ) bunnayya adalah  patron yang menggambarkan kemungilan asalnya adalah ( ابني ) ibny dari kata ( ابن ) ibn yakni anak laki-laki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap anak didiknya.[4]
2.      Tafsir QS. Luqman ayat ke 14
Ayat di atas dan ayat berikut dinulai oleh banyak ulama bukan bagian dari pengajaran Luqman kepada anaknya. Ia disisipkan Al-Qur’an untuk menunjukkan betapa penghormatan dan kebaktian kepada kedua orang tua menempati tempat ke dua setelah pengagungan kepada Allah swt.
Kata (وَهْنًا ) wahnan berarti kelemahan atau kerapuhan. Yang dimaksud di sini kurangnya kemampuan memilul beban kehamilan, penyusuan dan pemeliharaan anak. Patron yang digunakan ayat ini mengisyaratkan betapa lemahnya sang ibu sampai-sampai ia dilukiskan bagaikan kelemahan itu sendiri, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kelemahan telah menyatu pada dirinya dan dipikulnya.
Firman-Nya : (وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ ) wafishalahu fi amain yang artinya dan penyapaianya di dalam dua tahun, yang mengisyaratkan betapa penyusuan anak sangat penting dilakukan oleh ibu kandung. Tujuan penyususan ini bukan sekedar untuk memelihara kelangsungan hidup anak, tatapi juga bahkan lebih-lebih untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima. Kata fi (di dalam), mengisyaratkan bahwa masa itu tidak mutlak demikian. Di sisi lain Q.S Al-Baqarah ayat 233 ditegaskan bahwa masa dua tahun adalah bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuan.[5]
3.      Tafsir QS. Luqman ayat ke 15
Kata (جَاهَدَاكَ ) jahadaka terambil dari kata ( جهد ) juhd  yakni kemampuan. Patron kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh. Kalau upaya sungguh-sungguh pun dilarangnya, yang dalam ini bisa dalam bentuk ancaman, maka tentu lebih-lebih lagi bila sekedar himbauan atau peringatan.
Yang dimaksud dengan (ما لَيْسَ لكَ بِهِ عِلْمٌ ) ma laisa laka bihi ‘ilm yang artinyatidak mungkin ada pengetahuan tentang itu, adalah tidak ada pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya. Tiadanya pengetahuan berarti tidak adanya obyekn yang dikethui. Ini berarti tidak wujudnya sesutu yang dapat dipersekutukan dengan Allah swt. Di sisi lain, kalau sesuatu tidak diketahui duduk soalnya boleh atau tidaktelah dilarang, maka tentu lebih terlarang lagi apabila telah terbukti adanya larangan atasnya. Bukti-bukti keesaan Allah dan tiada sekutu baginya terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini merupakan pengesaan tentang larangan mengikuti siapapun walau kedua orang tua dan walau dengan memaksa anaknya mempersekutukan Allah.
Kata (مَعْرُوْفًا ) ma’rufan mencakup segala hal yang dinilai oleh masyarakat baik selama tidak bertentangan dengan akidah Islamiah. Dalam konteks ini diriwayatkan bahwa Asma’ putri sayyidina Abu Bakr r.a. bertanya kepada Nabi bagaimana seharusnya ia bersikap. Maka Rasulullah saw. memerintahkannya untuk tetap menjalin hubungan bai, menerima dan memberinya hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya.
Kewajiban menghormati dan menjalin hubungan baik dengan ibu bapak, menjadikan sementara ulama berpendapat bahwa seorang anak boleh saja membelikan buat ibu bapaknya yang kafir dan fakir minuman keras kalau mereka telah terbiasa meminumnya, karena minuman itu buat orang kafir bukanlah sesuatu yang munkar.[6]

E.     Aspek tarbawi
Islam sangat memperhatikan pendidikan anak, sehingga diceritakan kisah lukman dan anaknya. Dari Q.S. Al-Luqman ayat 13-14 ada beberapa aspek yang dapat kita pelajari antara lain :
1.      Menanamkan keimanan kepada anak sejak dini untuk selalu iman kepada Allah, dan melarang untuk menyekutukan-Nya.
2.      Nasehat Luqman kepada anaknya mengisyaratkan bahwa memdidik hendaknya senantiasa menasehati peserta didik kita untuk melakukan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah swt dan meninggalkan larangan-Nya.
3.      Panggilan Luqman kepada anaknya dengan “anakku sayang” mengisyaratkan bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
4.      Meninggalkan yang buruk, yang puncaknya adalah syirik, lebih utama daripada mengamalkan yang baik.
5.      Pentingnya air susu ibu (ASI) bagi anak, maka penyususan yang sempurna adalah dua tahun sejak kelahiran anak.
6.      Salah satu hikmah yang tersebar adalah syukur, yakni memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
7.      Tidak dibenarkan mematuhi siapapun, walau ibu bapak, dalam hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama.
8.      Wajib menghormati kedua orang tua kendati mereka non-muslim.


[1] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir, Jil.3, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 789.
[2] Ibid., hlm. 289.
[3] Imam Jalaluddin Al-Mahali & Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Jil.2, (Sinar Baru Al-Gendindo), hlm. 475-476.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2006), hlm. 126.
[5] Ibid., hlm. 130.

[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2006), hlm. 132.

7 komentar: