Minggu, 16 Agustus 2015

Studi Tentang Potret Sistem Pendidikan di Mesir


A.    Potret sistem pemerintahan
Mesir berbentuk republik sejak 18 Juni 1953, Mesir adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Mohammed Hosni Mubarok telah menjabat sebagai presiden Mesir selama lima periode, sejak 14 Oktober 1981 setelah pembunuhab presiden Mohammed Anwar el-Sadad. Selain itu, ia juga memimpin partai nasional. Perdana mentri Mesir Dr. Ahmed Nazif dilantik pada 9 Juli 2004 untuk menggantikan Dr. Atef Ebeid.
Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semi presidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana mentri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandiddat tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multipartai.
Pada akhir Februari 2005, presiden Mubarok mengumumkan perubaha atuaran pemilihan presiden menuju ke pemilu multi kandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952, rakyat Mesir mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai kandidat. Namun, tuaran yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga berbagai tokoh, seperti Ayman Nour, tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan Mubarok pun kembali menang dalam pemilu.
Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut presiden yang sekarang berkuasa hosni Mubarok untuk meletakkan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstrasi besar-besaran menuntut presiden Husni Mubarok mundur, akhirnya pada tanggal 11 februari 2011 Hosni Mubarok resmi mengundurkan diri. Pengunduran diri ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia internasional.
Pada tanggal 4 Juli 2013, panglima Angkatan Bersenjata Mesir Jenderal Abdel fattah el-Sisi mengumumkan adanya revolusi untuk mengamankan Mesir, yang bertujuan untuk menggulingkan Muhammed Morsi. Morsi sendiri adalah presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokrasi. Pada 3 Juni 2014 komisi pemilihan Mesir mengumumkan mantan Jenderal Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, terpilih menjadi presiden setelah menang dalam pemilu Mesir pada Mei 2014.[1]

B.     Kondisi demografi dan potensi income negara
1.      Kondisi demografi
Mesir berpenduduk 67.273,906 jiwa pada tahun 1997 dengan komposisi 36% berusia di bawah 15 tahun, dan 3,7% di atas 65 tahun. Pada tahun 1990, penduduk Mesir baru mencapai 55 juta, dan diperkirakan mencapai 70 juta jiwa pada tahun 2000 ini. Pertumbuhan penduduk pada tahun 1950 dan 1960-an rata-rata 2,4 dan 2,5% per tahun, dan meningkat hampir 2,75% tahun 1970-an, sehingga menjadi salah satu negara di dunia yang pertumbuahan penduduknya paling tinggi. Ini berarti bahwa kira-kira 1,3 juta penduduk bertambah tiap tahunnya. Angka kelahiran rata-rata 40,9 jiwa per 1000 penduduk dan angka kematian sekitar 11% per 1000 penduduk. Secara etnis, Mesir terdiri dari suku Ejipsi, Badui, dan Barbar. Agama penduduk Mesir adalah mayoritas Islam (94%), sebagian Islam Sunni dan agama-agama lain (6%). Status literasi rakyat Mesir relatif masih rendah, yaitu 51%.[2]
Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat ini mempunyai dampak yang besar terhadap struktur sosial masyarakat Mesir. Tekanan pertambahan jumlah penduduk ini makin terasa dampaknya pada tanah dan tempat tinggal penduduk di daerah lembah dan delta sungai Nil meningkat dari tahun ke tahun., walaupun usaha-usaha pemerintah untuk memperluas tempat tinggal terus diusahakan. Dalam daerah yang telah didiami penduduk ini, luasnya hanya 5,5% dari seluruh wilayah Mesir, kepadatan penduduk pada tahun 1976 adalah 695 orang per kilometer persegi, dan meningkat menjadi 835 orang pada tahun 1990, yang merupakan salah satu daerah agraris terdapat di dunia.
Jumlah keseluruhan orang-orang yang bekerja pada tahun1987 tercatat 12,4 juta dengan distribusi sebagai berikut : 19,1% pada pemerintah, 10,3% pada pelayanan masyarakat, dan 70,6% pada sektor swasta.[3]
Untuk menghindari pengangguran masal diantara lulusan sekolah, pemerintah menjamin, secara prinsip, pekerjaan pada sektor pemerintahan atau perusahaan negara bagi yang tidak mendapat pekerjaan di sektor swasta. Hal ini telah menimbulkan berbagai dampak yang tidak baik karena jaminan pekerjaan ini telah meningkatkan permintaan untuk memasuki perguruan tinggi, yang selanjutnya berakibat pada kelebihan orang-orang berpendidikan tinggi; resikonya adalah pemerintah terpaksa menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang sebenarnya tidak perlu ada. Hal ini jelas mengurangi tingkat produktifitas perusahaan pemerintah dan swasta yang sesunggunya sudah randah.[4]
2.      Potensi income negara
Ekonomi Mesir sangat tergantung pada pertanian, media, ekspor minyak bumi, ekspor gas alam dan periwisata, terdapat pula lebih dari tiga juta orang mesir bekerja di luar negeri, terutama di Arab Saudi, Teluk Persia dan Eropa. Penyelesaian bendungan tinggi Aswan pada tahun 1970 dan resultan danau Nasser telah menghasilkan tempat yang dihormati sepanjang masa dari sungai Nil dalam pertanian dan ekologi negara Mesir. Sebuah populasi yang berkembang pesat, lahan pertanian terbatas, dan semua ketergantungan pada sungai Nil terus membebani sumber daya dan menekankan ekonomi.[5]

C.    Filsafat pendidikan dan orientasi pendidikan
Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Nappleon Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi penididikan di Mesir yang dianggapnya stagnan. Diantara tokoh-tokoh tersebut Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh dan Muhammad Ali Pasya. Dua yang terakhir, secara historis kiprahnya paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain.
Berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di Alexandri, Mesir pada tanggal 2 juli 1798 M. Tujuan utamanya adalah menguasai daerah Timur, terutama India. Napoleon Bonaparte menjadikan Mesir, hanya sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India yang pada waktu itu di bawah pengaruh kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napoleon ke negara Mesir tidak hanya dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa 160 orang diantaranya pakar ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf Latin, Arab, Yunani, peralatan eksperimen, diantaranya membawa teleskop, mikroskop, kamera, dan lain sebagainya, serta seribo orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen, yaitu : ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan poltik, serta ilmu sastra dan kesenian. Lembaga ini bertugas memeberikan masukan bagi Napoleon dalam memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuan (ulama’) islam. Ini adalah momen kali pertama Ilmuan Islam kontak langsung dengan peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang di bangun  oleh napoleon sangat menakjubkan karena islam diungkapkan dalam berbagai  bahasa dunia.
Perjalanan Napoleon ke Mesir membawa sebuah harapan dan peruabahan yang bagus bagi sejarah perkembangan bangsa Mesir, terutama yang menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan di sana. [6]

D.    Kebijakan di bidang pendidikan agama
Agama Islam adalah agama di negara Mesir, dan bahasa Arab adalah bahasa resmi negara. Cita-cita demokrasi terus dikembangkan dengan berbagai cara untuk menentang feodalisme, monopoli dan eksploitasi. Pendidikan wajib selama lima tahun pada pendidikan dasar dan dapat ditambah ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan adalah gratis pada seluruh sekolah-sekolah negeri. Negara mengawasi seluruh kegiatan pendidikan dan menjamin otonomi universitas dan pusat-pusat penelitian dengan catatan bahwa semua kegiatan itu diarahkan pada usaha-usaha keperluan masyarakat dan pada peningkatan produktivitas. Penghapusan buta huruf (iliterasi) merupakan tugas nasional, dan Islam adalah pelajaran dasar dalam kurikulum.[7]

E.     Kebijakan di bidang menejemen dan pendidikan formal
·         Menejemen Pendidikan
1.      Otoritas
Sistem pendidikan Mesir adalah tanggung jawab kementrian negara. Kementrian pendidikan bertanggung jawab mulai dari pendidikan pra sekolah sampai ke pendidikan tinggi dalam aspek perencanaan, kebijakan, kontrol kualitas, koordinasi dan pengembangannya. Pejabat-pejabat pendidikan di tingkat governorat bertanggung jawab atas pengimplementasianya. Mereka yang memiliki lokasi, membangun dan melengkapi serta mengawasinya agar berjalan dengan baik. Mereka juga berusaha mendorong sumbangan dana partisipasi masyarakat. Ringkasnya mereka bertanggung jawab atas segala sesuatu untuk menjamin terselenggaranya operasional dengan efisien.
Menteri bersidang dalam waktu-waktu tertentu dengan dewan-dewan yang berada di bawah kesertariatan dan sejumlah dewan-dewan lain. Menteri juga memimpin sidang dewan universitas yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pembuatan kebijakan. Struktur orgamisasi governorat padadasarnya mirip dengan struktur organisasi di pusat kementrian tetapi hanya lebih sederhana. Mesir juga dibagi dalam 140 distrik pendidikan dengan jaringan supervisior dan administrator.
Kementrian Al-Azhar bertanggung jawab mengatasi kebijakan-kebijakan dan perencanaan pendidikan pada universitas Al-Azhar dan perguruan tinggi serta sekolah-sekolah lainnya dalam lingkungan Al-Azhar.[8]
Perhatian pemerintah Mesir terhadap dunia pendidikan cukup tinggi. Ada satu slogan yang pernah populer di Mesir, yaitu “pendidikan adalah hak setiap penduduk, seperti air dan udara.” Oleh karena itu, bagi penduduk Mesir pendidikan di institusi-institusi pemerintah atau negeri sangat murah, jauh dibanding institusi-institusi swasta.
Perhatian  pemerintah terhadap dunia pendidikan juga, adalah perayaan Hari Ilmu Pengetahuan atau Idul ‘Ilm setiap tanggal 21 Desember. Hari Idul ‘Ilm ini dengan dengan pemberian penghargaan presiden kepada para ahli dan pakar pendidikan serta pakar iptek Mesir. Disamping itu, setiap tahun di Mesir diadakan pameran buku internasionalyang didapati oleh penerbit-penerbit dari berbagai penjuru dunia.[9]

·         Sistem pendidikan formal
Sistem pendidikan Mesir mempunyai dua struktur paralel : struktur sekuler dan struktur keagamaan Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh kementrian pendidikan. Struktur Al-Azhar dilaksanakan oleh kementrian Urusan Al-Azhar. Ini seiring juga disebut Kementrian Agama di negara-negara lain. Selain dari kedua struktur ini, ada pula jenis sekolah yang diikuti oleh sejumlah kecil anak-anak. Misalnya, anak-anak catat masuk ke sekolah-sekolah khusus bagi yang ingin menjadi militer masuk ke sekoalah militer, dan ada pula generasi muda yang meninggalkan sekolahnya dan mendaftar pada program-program non formal yang diselenggarakan oleh berbagai badan atau lembaga.[10]
·         Pendidikan non-Formal
Pendidikan di Mesir tidak terbatas pada pendidikan formal di bangku-bangku kuliah atau sekolah. Berbagai pangajian kitab-kitab turats  dapat ditemukan di masjid-masjid, misalnya di masjid al-Azhar yang selalu dapat dengan berbagai pengajian buku-buku turats dari berbagai madzhab yang dibimbing oleh para syekh yang mumpuni
Di sampung itu, kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an juga sangat terbuka lebar. Karena rata-rata masjid di Mesir terdapat para syekh yang siap menerima setoran Al-Qur’an, di samping terdapat beberapa kutab (tempat belajar membaca dan menghafal Al-Qur’an) yang hampir tersebar di setiap distrik.
Kesempatan untuk mengeksplorasi khasanah Islam dan karya-karya kontemporer juga terbuka lebar. Hal ini karena perpustakaan yang dibuka untuk umum tersebar di mana-mana, terutama di kawasan pendidikan. Di samping itu, harga buku di Mesir juga relatif murah dibanding harga buku di negara-negara Timur Tengah lainnya.[11]

F.     Dinamika dalam pengembangan kurikulum
Di Mesir, kurikulum adalah hasil pekerjaan tim. Tim kurikulum ini terdiri dari konsultan, supervisior para ahli, para profesor pendidikan, dan guru-guru yang berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketia panitia ini diundang rapat sehingga segala keputusan dapat dikoordinasikan. Kurikulum yang sudah dihasilkan oleh panitia diserahkan kepada Dewan Pendidikan prauniversitas yang secara resmi mengesahkannya untuk diimplementasikan. Berdasarkan peraturan, kurikulum dapat diubah dan disesuaikan untuk mengakomodasikan kondisi setempat atau hal-hal khusus.
            Pusat Penelitian Pendidikan Nasional betanggung jawab mengumpulkan informasi mengenai materi pengajaran beradasarkan kurikulum dan mengenai implementasinya di lapangan. Hasil penelitian diserahkan ke dewan kelestarian, dan apabila diperlukan perubahan, sebuah panitia dibentuk dan diserahi tugas untuk mempelajarinya dan merumukan perubahan-perubahan itu. Ada berbagai cara untuk terjaminnya relevasai dann diseminasi progam baru. Sejumlah besar supervisor, konsultan dari semua lavel bertemu secara reguler dengan guru-guru guna memberikan bimbingan dan untuk mengumpulkan informasi. Ada berbagai pusat latihan, sekolah percobaan, dan sekolah percontohan, yang bertujuan untuk pembaharuan kurikulum serta perbaikan metode mengajar. Garis besar kurikulum ditentukan sebuah tim kecil mirip dengan tim yang diterangkan di atas dibentuk untuk menukis buku teks. Buku teks menurut kurikulum tidak persis sama dengan kurikulum yang dilaksanakan. Perbedaannya disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi kelas, kurangnya alat peraga dan perlengkapan lainnya, dan kualitas guru. Bertentangan dengan apa yang digariskan dalam kurikulum, kebanyakan pengajaran masih berorientasi verbal.
            Pada level pendidikan tinggi lebih banyak kebebasn dalam menyusun kurikulum dan dalam pemakaian buku teks. Faktor-faktor seperti kelas yang selalu menjadi bertambah besar, dan kurangnya peralatan dan fasilitas lainnya cenderung menurunkan standar yang dicapai oleh mahasiswa. Mengandalkan buku dan kuliah kelihatannya semakin dominan di perguruan tinggi.
            Bahasa asing diajarkan pada sekolah menengah, dan kadang-kadang juga mulai diajarkan pada sekolah-sekolah dasar swasta. Pelajaran bahasa asing merupakan keharusan disekolah, dan bahasa Inggis, Perancis, dan Jerman merupakan tiga bahasa asing yang banyak dipilih. Pemerintah Mesir sangat gigih mendorong lebih banyak pengajaran bahasa asing disekolah terutama bahasa Inggris dengan versi pendidikan global.
Materi pelajaran disiapkan oleh berbagai badan atau lembaga termasuk panitia kurikulum dari semua jurusan, para akademisi, dan asosiasi guru-guru mata pelajaran. Pada umumnya, sekolah dan masing-masing guru mempunyai kebebasan yang agak luas dalam memilih materi pelajaran.[12]

G.    Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan
Penghilangan dualisme lembaga pendidikan dilanjutkan dengan upaya standarisasi penyelenggaraan pendidikan dalam hal kualifikasi dosen, mahasiswa, sarana dan prasarana, perpustakaan, struktur organisasi dan administrasi. Kualifikasi dosen, sebagai misal, agaknya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di universitas-universitas barat. Di beberapa perguruan tinggi Timur Tengah, seperti Mesir, Sudan dan Suriah kualifikasi dosen dapat dijelaskan sebagai berikut : seseorang yang berhak menjadi dosen dan memegang mata kuliah pada fakultas tertentu harus sudah memperoleh minimal gelar guru besar madya yang didahului oleh S1, S2, dan S3 dalm bidang studi yang sama. Setiap fakultas diperbolehkan membuaka program magister dan doktoral jika memenuhi persyaratan yang ditetapkan diantaranya adalah memiliki sekurang-kurangnya dua guru besar senior dan dua guru besar madya tetap. Secara khusus dalam bidang kajian Islam, standarisasai dosen juga diberlakukan sebagaimana dalam kajian-kajian lain.[13]

H.    Pembiayaan pendidikan
Bisa dikatakan Mesir merupakan negara yang dermawan terhadap para pencari ilmu. Kesempatan untuk memperoleh beasiswa terbuka lebar bagi setiap thaalibul ‘ilm. Kelulusan ujian, terlebih lagi berprestasi, merupakan modal utama menembus kesempatan-kesempatan beasiswa yang banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga di Mesir.
Adapun lembaga-lembaga yang memberikan beasiswa antara lain adalah :
·         Al Azhar dengan beasiswa berupa asrama include makan dan uang saku.
·         Dewan Tinggi Urusan Agama dan Wakaf dengan beasiswa berupa uang saku dan asrama khusus untuk putri.
·         Jam’iyyah Husein Shidqi, beasiswa berupa asrama Include makan dan uang saku.
·         Baituz Zakat Kuwait, dengan beasiswa berupa uang saku.
·         WAMY (Word Assembly of Muslim Youth) dengan beasiswa berupa uang saku.
·         Jami’iyatul ashdiqaa’ lith Thaalibil Waafid dengan beasiswa berupa asrama Include makan dan uang saku.
Para muhlisin (dermawan) Mesir pun tidak sedikit yang dengan suka rela memberikan sumbangan kepada para pelajar. Akan tetapi rata-rata beasiswa yang tersedia diperuntukan bagi para mahasiswa Universitas al-Azhar. Adapun syarat mendapatkan beasiswa adalah lulus ujian dengan nilai yang mencukupi.
Untuk biaya akomodasi, termasuk biaya flat, makan, dan ongkos kendaraan di Mesir terhitung murah dibanding negara-negara Arab lainnya. Biaya flat di kawasan menengah dengan dua kamar yang bisa empat orang, lengkap dengan kamar mandi, dapur, dan berbagai perabotannya rata-rata Le. 400 hingga Le. 600. Di tempat yang agak jauh dari pusat keramaian atau di luar ibukota,  flat dengan dua atau tiga kamar lengkap dengan perabotannya bisa mencapai Le. 300.
Ongkos kendaraan di Mesir juga cukup murah. Halini disamping harga BBM dan bahan bakar gas yang terhitung murah, juga karena angkutan umum sebagian besar masih dibawahi langsung oleh pemerintah. Dengan uang 50 paisters (setengah pound)seseorang dapat naik kendaraan berpuluh-puluh kilo. Ada juga angkutan-angkutan swasta yang harganya pun masih wajar dan terjangkau. Biaya makan di Mesir pun cukup murah. Dengan Le. 100 per bulan, kebutuhan makan sehari-hari pun sudah tercukupi.[14]


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir#Politik, diakses pada tanggal 5 Maret 2015.
[2] Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 225.
[3] Ibid., hlm. 226.
[4] Ibid., hlm. 227.
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir#Ekonomi, diakses pada tanggal 5 Maret 2015.
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Mesir, diakses pada tanggal 5 Maret 2015.
[7] Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 227.

[8] Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 232-233.
[9] Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Study in Islamic Country, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 23-24.
[10] Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 228.
[11] Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Study in Islamic Country, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 39.
[12] Agustiar Syah Nur, Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 235-236.
[13] Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Belajar Islam di Timur tengah, Hlm 46-47.
[14] Abdul Hayyie Al-Kattani, Study in Islamic Countries, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 40-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar