A. Potret sistem pemerintahan
Mesir berbentuk republik sejak 18 Juni 1953, Mesir
adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. Mohammed Hosni
Mubarok telah menjabat sebagai presiden Mesir selama lima periode, sejak 14
Oktober 1981 setelah pembunuhab presiden Mohammed Anwar el-Sadad. Selain itu,
ia juga memimpin partai nasional. Perdana mentri Mesir Dr. Ahmed Nazif dilantik
pada 9 Juli 2004 untuk menggantikan Dr. Atef Ebeid.
Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semi
presidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara
presiden dan perdana mentri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada
presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandiddat tunggal. Mesir
juga mengadakan pemilu parlemen multipartai.
Pada
akhir Februari 2005, presiden Mubarok mengumumkan perubaha atuaran pemilihan
presiden menuju ke pemilu multi kandidat. Untuk pertama kalinya sejak 1952,
rakyat Mesir mendapat kesempatan untuk memilih pemimpin dari daftar berbagai
kandidat. Namun, tuaran yang baru juga menerapkan berbagai batasan sehingga
berbagai tokoh, seperti Ayman Nour, tidak bisa bersaing dalam pemilihan dan
Mubarok pun kembali menang dalam pemilu.
Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut presiden
yang sekarang berkuasa hosni Mubarok untuk meletakkan jabatannya. Hingga 18
hari aksi demonstrasi besar-besaran menuntut presiden Husni Mubarok mundur,
akhirnya pada tanggal 11 februari 2011 Hosni Mubarok resmi mengundurkan diri.
Pengunduran diri ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia
internasional.
Pada tanggal 4 Juli 2013, panglima Angkatan Bersenjata
Mesir Jenderal Abdel fattah el-Sisi mengumumkan adanya revolusi untuk
mengamankan Mesir, yang bertujuan untuk menggulingkan Muhammed Morsi. Morsi
sendiri adalah presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokrasi. Pada 3
Juni 2014 komisi pemilihan Mesir mengumumkan mantan Jenderal Mesir, Abdel
Fattah el-Sisi, terpilih menjadi presiden setelah menang dalam pemilu Mesir
pada Mei 2014.[1]
B. Kondisi demografi dan potensi income negara
1. Kondisi
demografi
Mesir
berpenduduk 67.273,906 jiwa pada tahun 1997 dengan komposisi 36% berusia di
bawah 15 tahun, dan 3,7% di atas 65 tahun. Pada tahun 1990, penduduk Mesir baru
mencapai 55 juta, dan diperkirakan mencapai 70 juta jiwa pada tahun 2000 ini.
Pertumbuhan penduduk pada tahun 1950 dan 1960-an rata-rata 2,4 dan 2,5% per
tahun, dan meningkat hampir 2,75% tahun 1970-an, sehingga menjadi salah satu
negara di dunia yang pertumbuahan penduduknya paling tinggi. Ini berarti bahwa
kira-kira 1,3 juta penduduk bertambah tiap tahunnya. Angka kelahiran rata-rata
40,9 jiwa per 1000 penduduk dan angka kematian sekitar 11% per 1000 penduduk.
Secara etnis, Mesir terdiri dari suku Ejipsi, Badui, dan Barbar. Agama penduduk
Mesir adalah mayoritas Islam (94%), sebagian Islam Sunni dan agama-agama lain
(6%). Status literasi rakyat Mesir relatif masih rendah, yaitu 51%.[2]
Pertumbuhan
penduduk yang sangat cepat ini mempunyai dampak yang besar terhadap struktur
sosial masyarakat Mesir. Tekanan pertambahan jumlah penduduk ini makin terasa
dampaknya pada tanah dan tempat tinggal penduduk di daerah lembah dan delta
sungai Nil meningkat dari tahun ke tahun., walaupun usaha-usaha pemerintah
untuk memperluas tempat tinggal terus diusahakan. Dalam daerah yang telah
didiami penduduk ini, luasnya hanya 5,5% dari seluruh wilayah Mesir, kepadatan
penduduk pada tahun 1976 adalah 695 orang per kilometer persegi, dan meningkat
menjadi 835 orang pada tahun 1990, yang merupakan salah satu daerah agraris
terdapat di dunia.
Jumlah
keseluruhan orang-orang yang bekerja pada tahun1987 tercatat 12,4 juta dengan
distribusi sebagai berikut : 19,1% pada pemerintah, 10,3% pada pelayanan
masyarakat, dan 70,6% pada sektor swasta.[3]
Untuk
menghindari pengangguran masal diantara lulusan sekolah, pemerintah menjamin,
secara prinsip, pekerjaan pada sektor pemerintahan atau perusahaan negara bagi
yang tidak mendapat pekerjaan di sektor swasta. Hal ini telah menimbulkan
berbagai dampak yang tidak baik karena jaminan pekerjaan ini telah meningkatkan
permintaan untuk memasuki perguruan tinggi, yang selanjutnya berakibat pada
kelebihan orang-orang berpendidikan tinggi; resikonya adalah pemerintah
terpaksa menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang sebenarnya tidak perlu ada.
Hal ini jelas mengurangi tingkat produktifitas perusahaan pemerintah dan swasta
yang sesunggunya sudah randah.[4]
2. Potensi
income negara
Ekonomi
Mesir sangat tergantung pada pertanian, media, ekspor minyak bumi, ekspor gas
alam dan periwisata, terdapat pula lebih dari tiga juta orang mesir bekerja di
luar negeri, terutama di Arab Saudi, Teluk Persia dan Eropa. Penyelesaian
bendungan tinggi Aswan pada tahun 1970 dan resultan danau Nasser telah
menghasilkan tempat yang dihormati sepanjang masa dari sungai Nil dalam
pertanian dan ekologi negara Mesir. Sebuah populasi yang berkembang pesat,
lahan pertanian terbatas, dan semua ketergantungan pada sungai Nil terus
membebani sumber daya dan menekankan ekonomi.[5]
C. Filsafat pendidikan dan orientasi pendidikan
Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir
berawal dari pengenalan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Nappleon
Bonaparte pada saat penaklukan Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dicapai Napoleon Bonaparte yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan
inspirasi yang kuat bagi para pembaharu Mesir untuk melakukan modernisasi
penididikan di Mesir yang dianggapnya stagnan. Diantara tokoh-tokoh tersebut
Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh dan Muhammad Ali Pasya. Dua yang terakhir,
secara historis kiprahnya paling menonjol jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh
lain.
Berawal dari datangnya Napoleon Bonaparte di
Alexandri, Mesir pada tanggal 2 juli 1798 M. Tujuan utamanya adalah menguasai
daerah Timur, terutama India. Napoleon Bonaparte menjadikan Mesir, hanya
sebagai batu loncatan saja untuk menguasai India yang pada waktu itu di bawah pengaruh
kekuasaan kolonial Inggris. Kedatangan Napoleon ke negara Mesir tidak hanya
dengan pasukan perang, tetapi juga dengan membawa 160 orang diantaranya pakar
ilmu pengetahuan, dua set percetakan dengan huruf Latin, Arab, Yunani,
peralatan eksperimen, diantaranya membawa teleskop, mikroskop, kamera, dan lain
sebagainya, serta seribo orang sipil. Tidak hanya itu, ia pun mendirikan
lembaga riset bernama Institut d’Egypte, yang terdiri dari empat departemen,
yaitu : ilmu alam, ilmu pasti, ekonomi dan poltik, serta ilmu sastra dan
kesenian. Lembaga ini bertugas memeberikan masukan bagi Napoleon dalam
memerintah Mesir. Lembaga ini terbuka untuk umum terutama ilmuan (ulama’)
islam. Ini adalah momen kali pertama Ilmuan Islam kontak langsung dengan
peradaban Eropa, termasuk Abd al-Rahman al-Jabarti. Baginya perpustakaan yang
di bangun oleh napoleon sangat
menakjubkan karena islam diungkapkan dalam berbagai bahasa dunia.
Perjalanan Napoleon ke Mesir membawa sebuah harapan
dan peruabahan yang bagus bagi sejarah perkembangan bangsa Mesir, terutama yang
menyangkut pembaharuan dan modernisasi pendidikan di sana. [6]
D. Kebijakan di bidang pendidikan agama
Agama Islam adalah agama di negara Mesir, dan bahasa
Arab adalah bahasa resmi negara. Cita-cita demokrasi terus dikembangkan dengan
berbagai cara untuk menentang feodalisme, monopoli dan eksploitasi. Pendidikan
wajib selama lima tahun pada pendidikan dasar dan dapat ditambah ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan adalah gratis pada seluruh
sekolah-sekolah negeri. Negara mengawasi seluruh kegiatan pendidikan dan
menjamin otonomi universitas dan pusat-pusat penelitian dengan catatan bahwa
semua kegiatan itu diarahkan pada usaha-usaha keperluan masyarakat dan pada
peningkatan produktivitas. Penghapusan buta huruf (iliterasi) merupakan tugas
nasional, dan Islam adalah pelajaran dasar dalam kurikulum.[7]
E. Kebijakan di bidang menejemen dan pendidikan formal
·
Menejemen
Pendidikan
1. Otoritas
Sistem
pendidikan Mesir adalah tanggung jawab kementrian negara. Kementrian pendidikan
bertanggung jawab mulai dari pendidikan pra sekolah sampai ke pendidikan tinggi
dalam aspek perencanaan, kebijakan, kontrol kualitas, koordinasi dan
pengembangannya. Pejabat-pejabat pendidikan di tingkat governorat bertanggung
jawab atas pengimplementasianya. Mereka yang memiliki lokasi, membangun dan
melengkapi serta mengawasinya agar berjalan dengan baik. Mereka juga berusaha
mendorong sumbangan dana partisipasi masyarakat. Ringkasnya mereka bertanggung
jawab atas segala sesuatu untuk menjamin terselenggaranya operasional dengan
efisien.
Menteri
bersidang dalam waktu-waktu tertentu dengan dewan-dewan yang berada di bawah
kesertariatan dan sejumlah dewan-dewan lain. Menteri juga memimpin sidang dewan
universitas yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pembuatan kebijakan.
Struktur orgamisasi governorat padadasarnya mirip dengan struktur organisasi di
pusat kementrian tetapi hanya lebih sederhana. Mesir juga dibagi dalam 140
distrik pendidikan dengan jaringan supervisior dan administrator.
Kementrian
Al-Azhar bertanggung jawab mengatasi kebijakan-kebijakan dan perencanaan
pendidikan pada universitas Al-Azhar dan perguruan tinggi serta sekolah-sekolah
lainnya dalam lingkungan Al-Azhar.[8]
Perhatian
pemerintah Mesir terhadap dunia pendidikan cukup tinggi. Ada satu slogan yang
pernah populer di Mesir, yaitu “pendidikan adalah hak setiap penduduk, seperti
air dan udara.” Oleh karena itu, bagi penduduk Mesir pendidikan di
institusi-institusi pemerintah atau negeri sangat murah, jauh dibanding
institusi-institusi swasta.
Perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan juga,
adalah perayaan Hari Ilmu Pengetahuan atau Idul ‘Ilm setiap tanggal 21
Desember. Hari Idul ‘Ilm ini dengan dengan pemberian penghargaan
presiden kepada para ahli dan pakar pendidikan serta pakar iptek Mesir.
Disamping itu, setiap tahun di Mesir diadakan pameran buku internasionalyang
didapati oleh penerbit-penerbit dari berbagai penjuru dunia.[9]
·
Sistem pendidikan
formal
Sistem
pendidikan Mesir mempunyai dua struktur paralel : struktur sekuler dan struktur
keagamaan Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh kementrian pendidikan.
Struktur Al-Azhar dilaksanakan oleh kementrian Urusan Al-Azhar. Ini seiring
juga disebut Kementrian Agama di negara-negara lain. Selain dari kedua struktur
ini, ada pula jenis sekolah yang diikuti oleh sejumlah kecil anak-anak.
Misalnya, anak-anak catat masuk ke sekolah-sekolah khusus bagi yang ingin
menjadi militer masuk ke sekoalah militer, dan ada pula generasi muda yang
meninggalkan sekolahnya dan mendaftar pada program-program non formal yang
diselenggarakan oleh berbagai badan atau lembaga.[10]
·
Pendidikan
non-Formal
Pendidikan
di Mesir tidak terbatas pada pendidikan formal di bangku-bangku kuliah atau
sekolah. Berbagai pangajian kitab-kitab turats dapat ditemukan di masjid-masjid, misalnya di
masjid al-Azhar yang selalu dapat dengan berbagai pengajian buku-buku turats
dari berbagai madzhab yang dibimbing oleh para syekh yang mumpuni
Di
sampung itu, kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an juga sangat terbuka lebar.
Karena rata-rata masjid di Mesir terdapat para syekh yang siap menerima setoran
Al-Qur’an, di samping terdapat beberapa kutab (tempat belajar membaca dan
menghafal Al-Qur’an) yang hampir tersebar di setiap distrik.
Kesempatan
untuk mengeksplorasi khasanah Islam dan karya-karya kontemporer juga terbuka
lebar. Hal ini karena perpustakaan yang dibuka untuk umum tersebar di
mana-mana, terutama di kawasan pendidikan. Di samping itu, harga buku di Mesir
juga relatif murah dibanding harga buku di negara-negara Timur Tengah lainnya.[11]
F. Dinamika dalam pengembangan kurikulum
Di Mesir, kurikulum adalah hasil pekerjaan tim. Tim
kurikulum ini terdiri dari konsultan, supervisior para ahli, para profesor
pendidikan, dan guru-guru yang berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk
setiap mata pelajaran atau kelompok pelajaran, dan ketua-ketia panitia ini
diundang rapat sehingga segala keputusan dapat dikoordinasikan. Kurikulum yang
sudah dihasilkan oleh panitia diserahkan kepada Dewan Pendidikan prauniversitas
yang secara resmi mengesahkannya untuk diimplementasikan. Berdasarkan
peraturan, kurikulum dapat diubah dan disesuaikan untuk mengakomodasikan
kondisi setempat atau hal-hal khusus.
Pusat Penelitian Pendidikan Nasional
betanggung jawab mengumpulkan informasi mengenai materi pengajaran beradasarkan
kurikulum dan mengenai implementasinya di lapangan. Hasil penelitian diserahkan
ke dewan kelestarian, dan apabila diperlukan perubahan, sebuah panitia dibentuk
dan diserahi tugas untuk mempelajarinya dan merumukan perubahan-perubahan itu.
Ada berbagai cara untuk terjaminnya relevasai dann diseminasi progam baru.
Sejumlah besar supervisor, konsultan dari semua lavel bertemu secara reguler
dengan guru-guru guna memberikan bimbingan dan untuk mengumpulkan informasi.
Ada berbagai pusat latihan, sekolah percobaan, dan sekolah percontohan, yang
bertujuan untuk pembaharuan kurikulum serta perbaikan metode mengajar. Garis
besar kurikulum ditentukan sebuah tim kecil mirip dengan tim yang diterangkan
di atas dibentuk untuk menukis buku teks. Buku teks menurut kurikulum tidak
persis sama dengan kurikulum yang dilaksanakan. Perbedaannya disebabkan oleh
berbagai faktor seperti kondisi kelas, kurangnya alat peraga dan perlengkapan
lainnya, dan kualitas guru. Bertentangan dengan apa yang digariskan dalam kurikulum,
kebanyakan pengajaran masih berorientasi verbal.
Pada level pendidikan tinggi lebih
banyak kebebasn dalam menyusun kurikulum dan dalam pemakaian buku teks.
Faktor-faktor seperti kelas yang selalu menjadi bertambah besar, dan kurangnya
peralatan dan fasilitas lainnya cenderung menurunkan standar yang dicapai oleh
mahasiswa. Mengandalkan buku dan kuliah kelihatannya semakin dominan di
perguruan tinggi.
Bahasa asing diajarkan pada sekolah
menengah, dan kadang-kadang juga mulai diajarkan pada sekolah-sekolah dasar
swasta. Pelajaran bahasa asing merupakan keharusan disekolah, dan bahasa
Inggis, Perancis, dan Jerman merupakan tiga bahasa asing yang banyak dipilih.
Pemerintah Mesir sangat gigih mendorong lebih banyak pengajaran bahasa asing
disekolah terutama bahasa Inggris dengan versi pendidikan global.
Materi pelajaran disiapkan oleh berbagai badan atau
lembaga termasuk panitia kurikulum dari semua jurusan, para akademisi, dan
asosiasi guru-guru mata pelajaran. Pada umumnya, sekolah dan masing-masing guru
mempunyai kebebasan yang agak luas dalam memilih materi pelajaran.[12]
G. Pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan
Penghilangan dualisme lembaga pendidikan dilanjutkan
dengan upaya standarisasi penyelenggaraan pendidikan dalam hal kualifikasi
dosen, mahasiswa, sarana dan prasarana, perpustakaan, struktur organisasi dan
administrasi. Kualifikasi dosen, sebagai misal, agaknya tidak jauh berbeda
dengan apa yang terjadi di universitas-universitas barat. Di beberapa perguruan
tinggi Timur Tengah, seperti Mesir, Sudan dan Suriah kualifikasi dosen dapat
dijelaskan sebagai berikut : seseorang yang berhak menjadi dosen dan memegang
mata kuliah pada fakultas tertentu harus sudah memperoleh minimal gelar guru
besar madya yang didahului oleh S1, S2, dan S3 dalm bidang studi yang sama.
Setiap fakultas diperbolehkan membuaka program magister dan doktoral jika
memenuhi persyaratan yang ditetapkan diantaranya adalah memiliki
sekurang-kurangnya dua guru besar senior dan dua guru besar madya tetap. Secara
khusus dalam bidang kajian Islam, standarisasai dosen juga diberlakukan
sebagaimana dalam kajian-kajian lain.[13]
H. Pembiayaan pendidikan
Bisa dikatakan Mesir merupakan negara yang dermawan
terhadap para pencari ilmu. Kesempatan untuk memperoleh beasiswa terbuka lebar
bagi setiap thaalibul ‘ilm. Kelulusan ujian, terlebih lagi berprestasi,
merupakan modal utama menembus kesempatan-kesempatan beasiswa yang banyak
ditawarkan oleh berbagai lembaga di Mesir.
Adapun
lembaga-lembaga yang memberikan beasiswa antara lain adalah :
·
Al Azhar dengan
beasiswa berupa asrama include makan dan uang saku.
·
Dewan Tinggi
Urusan Agama dan Wakaf dengan beasiswa berupa uang saku dan asrama khusus untuk
putri.
·
Jam’iyyah Husein
Shidqi, beasiswa berupa asrama Include makan dan uang saku.
·
Baituz Zakat Kuwait,
dengan beasiswa berupa uang saku.
·
WAMY (Word
Assembly of Muslim Youth) dengan beasiswa berupa uang saku.
·
Jami’iyatul
ashdiqaa’ lith Thaalibil Waafid dengan beasiswa berupa
asrama Include makan dan uang saku.
Para muhlisin (dermawan) Mesir pun tidak sedikit yang
dengan suka rela memberikan sumbangan kepada para pelajar. Akan tetapi
rata-rata beasiswa yang tersedia diperuntukan bagi para mahasiswa Universitas
al-Azhar. Adapun syarat mendapatkan beasiswa adalah lulus ujian dengan nilai
yang mencukupi.
Untuk biaya akomodasi, termasuk biaya flat, makan,
dan ongkos kendaraan di Mesir terhitung murah dibanding negara-negara Arab
lainnya. Biaya flat di kawasan menengah dengan dua kamar yang bisa empat
orang, lengkap dengan kamar mandi, dapur, dan berbagai perabotannya rata-rata
Le. 400 hingga Le. 600. Di tempat yang agak jauh dari pusat keramaian atau di
luar ibukota, flat dengan dua
atau tiga kamar lengkap dengan perabotannya bisa mencapai Le. 300.
Ongkos kendaraan di Mesir juga cukup murah. Halini
disamping harga BBM dan bahan bakar gas yang terhitung murah, juga karena
angkutan umum sebagian besar masih dibawahi langsung oleh pemerintah. Dengan
uang 50 paisters (setengah pound)seseorang dapat naik kendaraan
berpuluh-puluh kilo. Ada juga angkutan-angkutan swasta yang harganya pun masih
wajar dan terjangkau. Biaya makan di Mesir pun cukup murah. Dengan Le. 100 per
bulan, kebutuhan makan sehari-hari pun sudah tercukupi.[14]
[2] Agustiar Syah Nur, Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 225.
[3] Ibid., hlm. 226.
[4] Ibid., hlm. 227.
[7] Agustiar Syah Nur, Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 227.
[8] Agustiar Syah Nur, Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 232-233.
[9]
Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Study
in Islamic Country, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 23-24.
[10] Agustiar Syah Nur, Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 228.
[11] Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Study
in Islamic Country, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 39.
[12] Agustiar Syah Nur, Perbandingan
Sistem Pendidikan 15 Negara, (Bandung: Lubuk Agung, 2001), hlm. 235-236.
[13] Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI, Belajar Islam di Timur tengah, Hlm 46-47.
[14] Abdul Hayyie Al-Kattani, Study
in Islamic Countries, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 40-41.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar